Coba renungkan! Pernahkah dalam kehidupan ini kamu mengalami hal-hal yang sangat luar biasa, yang di luar dugaan, yang seakan dapat mengubah hidup kamu dalam sekejap atau yang lebih dalam lagi, menyadarkan kamu bahwa dalam setiap langkah kehidupan kamu selalu ada campur tangan Allah SWT. Jujur aku katakan, aku sering mengalami hal itu. Dulu kesadaran itu belum sepenuhnya muncul, namun ketika (Alhamdulillah) aku diberi ingatan yang bagus untuk melakukan flash back terhadap kejadian-kejadian tersebut, barulah perasaan itu muncul. Sadarkah kamu ketika mengalami hal yang tidak menyenangkan bahwa mungkin itu merupakan balasan atau peringatan Allah terhadap kita yang sudah melakukan “kesalahan”. Sengaja aku beri tanda kutip karena kata “kesalahan” punya tingkatan dari 0,1 -100%, tergantung darimana kita menilainya dan bagaimana metode penilaiannya.
Once upon a time, aku pernah terpancing untuk menceritakan orang lain dengan nada yang sumbang, ber-ghibah, begitu tepatnya. Saat itu ada diskusi antara aku dan seorang kolega tentang kesulitan kami menyelesaikan beberapa urusan yang terkendala oleh Mr. X. Mendengar kolegaku menyebut nama Mr. X segera akupun menimpali dengan komentar-komentar senada yang berkesan negatif terhadap Mr.X. Akhirnya diskusi selesai begitu saja, tanpa kesimpulan. Selanjutnya karena waktu sudah menunjukkan pukul 15.00, aku memutuskan untuk meninggalkan kantor. Merasa tak sanggup membawa beberapa tas yang berisi buku, dokumen dan barang lainnya, aku panggil seorang mahasiswi untuk membantu membawakan sampai ke tempat parkir. Cukup jauh, dari lantai 3 ke lantai 1. Jadi aku membawa tas dokumen dan tas laptop sedangkan mahasiswi tadi juga membawa dua tas kecil lainnya (plus tas dia sendiri). Sesampainya di tempat parkir baru aku ingat bahwa ternyata aku memarkir mobil di halaman Pasca Sarjana yang letaknya lebih jauh lagi dari Fakultas Pertanian. Tak jadi masalah. Di depan kami terbentang selokan kecil, tidak dalam dan kering. Aku sudah sering melangkahi selokan itu sehingga ketika mahasiswi tersebut mengajak memutar jalan yang lebih aman, aku menolak. Beda dengan kebiasaan sebelumnya, kali ini aku tidak melangkahi selokan tersebut namun menjejakkan kaki ke dalam selokan untuk kemudian melangkah naik. Apa yang terjadi selanjutnya? Ketika kaki kananku menyentuh dasar selokan, seketika itu jg seluruh tubuhku ambruk ke dalam selokan dan barang-barang bawaanku menimpaku. Persis peribahasa “Sudah jatuh tertimpa tangga”. Sesaat aku tak bisa menggerakkan tubuhku sehingga mahasiswi tadi kebingungan membantuku berdiri. Perlu waktu untuk memulihkan kondisiku sampai akhirnya aku dituntun masuk ke mobil. Singkat cerita aku tersadar dan memohon ampunan Allah atas ghibah yang baru kulakukan tadi siang. Setiba di rumah aku segera menunaikan sholat dan kembali mohon ampun kepada Allah. Sungguh di luar dugaanku bahwa ternyata kakiku tidak sampai mengalami bengkak dan sakit hanya kurasakan selama beberapa jam saja sehingga keesokan harinya aku sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Selama ini sudah tiga kali aku mengalami hal yang sama, pertama ketika masih kuliah semester 6 di UGM dan yang kedua ketika sudah menjadi dosen, kira-kira dua tahun setelah kembali dari studi di Jerman. Akibat terkilir di tempat kerja dan harus istirahat beberapa hari karena kaki yang membengkak. I do remember, bahwa saat itu aku tidak introspeksi diri dan mungkin menyalahkan sepatu yang tidak beres atau lantai yang licin.....
Kisah berikut ini baru saja terjadi, tepat tanggal 16 Maret yang lalu. Aku diundang mengikuti evaluasi kelayakan dan seminar hasil penelitian hibah kompetensi di Jakarta. Kebetulan kakakku yang dosen IPB juga mendapat undangan yang sama. Kami adalah dua orang di antara 225 dosen seluruh Indonesia yang diundang. Biasanya untuk seminar hibah penelitian lainnya dibedakan lokasi wilayah Barat dan Timur, namun untuk seminar hibah kompetensi dipusatkan di Jakarta. Beberapa hari sebelumnya kakakku sudah menghubungiku dan kami sepakat untuk nantinya sekamar di Jakarta karena kondisi kakakku yang sangat tidak memungkinkan......saat ini karena suatu musibah yang ia alami mengharuskan ia menggunakan kruk di tangan kanan dan kirinya. Tentunya ia akan merasa lebih nyaman jika aku yang notabene adiknya, yang menemaninya mengambilkan makanan dan keluar masuk toilet dan lift. Ketika aku tiba lebih dahulu di hotel Sheraton Media, lokasi seminar, karena aku menggunakan pesawat paling pagi dari Makasar, ia masih dalam perjalanan dari Bogor ke Jakarta. Sungguh terkejut aku membaca buku panduan pelaksanaan seminar sesaat setelah selesai registrasi. Sulit dipercaya bahwa aku dan kakakku bisa berada dalam satu kelompok pembahasan seminar padahal bidang kami berbeda jauh dan belum pernah kami berada dalam satu event yang sama. Ya, aku di bidang teknologi pangan, ia di bidang kedokteran hewan. Total kelompok ada 11 dengan lokasi ruangan yang berbeda. Allah telah memberi kemudahan bagi kami. Berada dalam satu kelompok tentu membuat aku lebih leluasa membantu kakak menyiapkan presentasinya dan membawakan dokumen-dokumennya yang menjadi bukti pelaksanaan kegiatan.
Baru saja kemarin (24/3) aku mengalami suatu hal lagi yang menurutku di luar kemampuanku sebagai manusia. Aku bermaksud meninggalkan kampus pukul 14.00 ketika kudapati mobilku tak dapat keluar dari tempat parkir di Fakultas Pertanian. Sebuah mobil Peugeot berwarna orange tepat berada di belakang mobilku. Ok, tak masalah, toh bisa kudorong. Meskipun agak riskan juga karena mobil tersebut letaknya tak jauh dari pembelokan, sehingga jika aku berhasil mendorongnya mundur (maju jelas tak mungkin karena di depannya ada mobil lain), aku harus mendorongnya maju dan mengembalikannya ke posisinya semula. Tak apalah, yang penting aku harus berusaha. Tapi ternyata mobil tersebut tak juga bergerak, wah....apa rem tangannya lupa dilepas ya? Kucoba sekali lagi, tetap tak bisa. Aku merasa benar-benar helpless. Tak mungkinlah aku berkeliling di sana dan menanyai satu persatu orang yang ada mungkin mereka tahu siapa pemilik mobil tersebut. Hampir setengah jam berlalu, sesekali aku masuk ke mobilku, sesekali berdiri di belakang mobilku sambil mengamati keadaan. Tak ada satupun yang bisa kulakukan untuk bisa mengeluarkan mobil dari tempat parkir. Sampai akhirnya ketika aku berdiri di belakang mobilku, tepatnya di samping mobil orange itu, kulihat dua orang mahasiswa mengendarai motor dan akan membelok ke tempat mobil kami diparkir. Pandangan mereka tertuju ke mobil Peugeot orange yang berada di belakang mobilku dan mengucapkan kalimat yang dapat kudengar dari posisiku berdiri, “Eh, sudah datang ibu F!” Aku tertegun. Ibu F......ibu F.....ibu F.....baru aku tersadar, aku tahu pemilik mobil itu, ya ibu F dari salah satu fakultas Agrokompleks. Aku kenal beliau tapi aku tak punya nomor handponenya. Dengan berbekal keyakinan kuat bahwa inilah petunjuk dari Allah, aku mencoba menelpon salah seorang dosen yang kukenal yang satu fakultas dengan beliau. Kutanyakan di telpon, “Apa benar mobilnya ibu F adalah Peugeot orange?” Ternyata benar, sehingga kukatakan selanjutnya, ”Minta tolong disampaikan ke ibu F, saya tidak berhasil memindahkan mobilnya yang berada tepat di belakang mobil saya, mungkin rem tangannya masih terpasang.” Alhamdulillah, semua berjalan lancar, tak lama kemudian, ibu F datang dan memindahkan mobilnya. Oh, ternyata ada batu kecil yang diganjalkan di ban belakangnya yang tidak kulihat sehingga aku tak sanggup mendorongnya tadi. Beliau meminta maaf, meskipun jelas ia tak salah, hanya aku saja yang tak bisa memindahkan mobilnya.Tapi aku kemudian berpikir seandainya tadi aku bisa memindahkannya, apa aku mampu mendorongnya lagi agar tak menghalangi belokan jalan??? Setelah mengucapkan terimakasih dan mengeluarkan mobilku, kutinggalkan tempat parkir tersebut dengan perasaan lega. Tak ada yang kebetulan bagi Allah karena semua sudah diaturnya dengan sempurna. (Tamalanrea, 25 Maret 2011)